Sabtu, 12 September 2009

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."

[QS Al A'raaf : 31]
*******************************************
Puasa Apa Adanya

Konon katanya di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah diatur oleh Sang Pemilik Kehidupan. Dalam setiap kejadian, dalam segala episode kehidupan, semua ada maksudNya.

Begitulah yang saya rasakan dari perjalanan ke negara pulau nan mungil bernama Mauritius ini. Sepertinya Allah yang Maha Kaya, yang ilmuNya meliputi langit, bumi sampai ke dasar lautan, ingin mengajarkan saya sesuatu yang belum bisa saya pelajari tanpa kondisi terpaksa. Ya seperti sekarang ini, terpaksa mandiri :-)

Di Jakarta, saya sekeluarga 'menumpang' dalam rumah tangga Ibu saya. Walau akhirnya kami punya rumah sendiri  pun kami pada prinsipnya tetap menumpang. Seringnya menumpang masak, terutama. Karena menumpang itulah, saya jadi tidak terlalu memperhatikan apa dan bagaimana pengeluaran keluarga, khususnya dalam urusan logistik. Pokoknya kalau daftar barang habis yang tertempel di pintu kulkas sudah penuh, artinya sudah waktunya belanja.

Di Mauritius, ceritanya sama sekali berbeda. Kami tinggal cuma berempat. Saya, suami dan dua anak. Tanpa perlu berpayah-payah menghitung pun, setelah kurang lebih tiga bulan saya sudah menemukan pola, bahwa sekilo gula pasir rata-rata habis dalam dua bulan, satu botol minyak goreng satu liter rata-rata habis dalam 1,5 bulan (jangan bingung, saya kan spesialis tumis --tanpa minyak banyak). Barang-barang kebutuhan lain seperti beras, margarin, susu atau bahkan odol, sabun mandi dan deterjen sekalupun bisa diperhitungkan pemakaiannya dan kapan habisnya. Begitu juga kalau tiba-tiba ada yang habis sebelum waktu, bisa jelas terlihat penyebabnya apa. Biasanya kalau anak-anak libur sekolah, bahan-bahan makanan jadi lebih cepat habis :-)

Lucunya, setelah (hampir) melewati dua kali Ramadhan di sini, saya menemukan bahwa konsumsi bahan makanan (yang artinya juga pengeluaran keuangan) di bulan puasa ini meninngkat pesat, hampir dua kali lipat dari biasa. Gula satu kilo, bisa habis dalam satu bulan saja. Buah, yang biasanya cukup dibeli seminggu sekali, dengan jumlah yang sama di bulan puasa ini habis dalam 2 atau paling lama 3 hari! Belum lagi beras, roti, kopi, sampai ke bahan-bahan yang normalnya berbulan-bulan tidak habis (atau bahkan tidak saya beli) seperti tepung terigu, gula halus, buah kaleng dan masih banyak lagi. Ini belum lagi menghitung pengeluaran 'jajan' yang entah kenapa pun jadi lebih sering dilakukan. Dari mulai sekedar beli penganan buka puasa, sampai buka puasa di restoran.

Kenapa lucu?

Lucu dan membuat hati miris sebetulnya, karena sekali lagi, konsumsi dan pengeluaran ini justru meningkat dahsyat di bulan Ramadhan ; bulan puasa ! Bulan di mana kita harusnya menahan diri. Bulan di mana kita mestinya berlatih untuk hidup apa adanya ; sederhana, tidak berlebihan sekalipun kita mampu untuk melebih-lebihkan. Bulan di mana kita konon berpuasa dengan salah satu tujuannya untuk mencoba merasakan penderitaan kaum dhuafa. Bulan untuk menyucikan hati dari hawa nafsu.

Kok jadi susah menyelaraskan tujuan, logika dan kenyataan ya? Kok kenyataannya Ramadhan membuat kita jadi boros? Kok ternyata setengah harian saja kita merasakan lapar hausnya dhuafa, tapi sisa yang setengah hari lagi kita bertingkah polah seolah lebih kaya dari orang kaya?

Lalu saya mencoba menelusuri dan menebak-nebak lebih jauh lagi, jangan-jangan betul ya, pada rangkaian Ramadhan - Idul Fitri, pengeluaran keuangan kita ada di atas rata-rata pengeluaran di bulan-bulan lainnya?? Pengeluaran untuk zakat dan sedekah pastinya kan?

Bukan !? Ternyata porsi yang lebih besar bukan untuk zakat dan sedekah?

Ternyata yang lebih besar adalah pengeluaran untuk masak menu-menu spesial di saat sahur dan berbuka, untuk belanja ta'jil (apalagi kalau dibeli sekitar pukul 4 sore rasanya seluruh isi toko ingin dibeli dan dimakan) dan untuk acara buka puasa bersama. Juga untuk membeli baju baru dan tak lupa menyiapkan menu lebaran yang (harus) lebih heboh dari menu-menu Ramadhan (yang sudah cukup heboh) Oh, tak lupa juga harus membeli dan mengirim bingkisan lebaran.

Bingkisan lebaran itu untuk siapa? Untuk kaum dhuafa juga pastinya kan? Ahhh ternyata tidak juga, yang kita berikan adalah yang mungkin sudah menerima bingkisan 5-6 toples kue kering juga, yang bahkan membuat kue kering juga, dan bahkan pula mengirim bingkisan kue kering juga untuk kerabat, relasi, teman dan sebagainya.

Setelah dua puluh lima hari hampir lewat, bertanyalah saya pada diri yang dhoif ini ; apakah betul dua puluh lima hari kemarin saya dan keluarga saya telah berpuasa? Menahan diri dari apa? Ber-empati kepada rasa haus dan lapar yang seperti apa? 

Jangan-jangan, puasa kami bukannya latihan untuk hidup apa adanya, melainkan adalah puasa apa adanya ; menahan diri sekedar yang terlihat oleh mata manusia lain, hanya dari saat imsak sampai ke maghrib, sementara dari maghrib sampai ke imsak tak lain mengumbar rasa rakus dan memperturutkan kecenderungan untuk mubazir? Na'duzubillahi min dzalik.. Terimalah ibadah kami dan mampukan kami berlari untuk menjemput ridhoMu semata ya Rabb..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar