Senin, 21 September 2009

Sifat yang paling menonjol dari seorang pemimpin yang baik

Sifat yang paling menonjol dari seorang pemimpin yang baik

Sifat-sifat apa saja yang harus dipersiapkan untuk anak-anak kita yang pada gilirannya nanti akan menjadi pemimpin di masa datang ? Islam leweat Rasulullah Saw telah memberikan teladan dengan sifat-sifat beliau khususunya pada waktu berniaga, memimpi karena beliau adalah presiden, kepala negara, panglima perang, imam rohani, pedagang dan kepala keluarga yang baik. Seluruh tingkah laku dan pelajaran yang diberikan kepada kita bisa diterapkan di jaman modern ini, tidak lekang oleh usia dan tidak ketinggalan jaman, karena yang beliau ajarkan semua mengacu pada kebenaran.  Menurut Andi Faisal Bakti, Guru besar Ilmu Komunikasi Islam, Fakultas Dakwah dan komunikasi, dan sekolah pasca sarjana, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,  Sifat yang ditunjukkan oleh Rasulullah memiliki 5 prinsip utama yaitu S-I-F-A-T ( Shiddiq, Istiqamah, Fathanah, Amanah dan Tabligh ).Semua pesan itu akan jauh meresap lebih dalam pada anak-anak calon pemimpin masa depan dengan suri tauladan lingkungan disekitarnya terutama orang tuanya.

Shiddiq, yang berati Jujur, Seorang pemimpin yang baik memiliki mental dan hati nurani yang matang, bukan saja dengan transparansi pada pekerjaan yang dia lakukan, baik di pemerintahan, perdagangan ataupun pekerjaan lainnya.  Shiddiq adalah wilayah Qalbiyah, yang lebih dalam dari sekedar transparansi laporan yang bisa saja di rekayasa, dikelabui dengan markup.  Shiddiqnya Rasulullah adalah julukannya Al Amin yang didapatnya sejak masih muda.

Kedua adalah Istiqamah, yang bermakna teguh dalam kebenaran.  Sifat kemepimpinan beliau bertumpu pada ketegaran dalam jiwa, agar tidak dapat bergeser dalam rayuan, bujukan dan paksaan. Riwayat-riwayat menceritakan penyiksaan yang dilakukan oleh kaum kafir agar beliau mau mengakui agama mereka, bahkan rayuan dengan harta benda dan wanita tidak beliau indahkan. Konsistensi dan komitment yang beliau terapkan dalam hidupnya sehari-hari dan perniagaannya menjadikan perniagaan beliau adalah perniagaan yang profesional. Tidak pernah menyembunyikan barang busuk atau cacat dalam tumpukan barang baik, tepat janji, dan selalu mementingkan win-win solution merupakan ciri khas yang seharusnya bisa kita contoh.


Fathanah berkaitan dengan kecerdasan, baik kecerdasan rasio, rasa maupun kecerdasan ilahiyah. Semua kecerdasan ini dapat dilatih dengan ilmu-ilmu yang baik dan guru2 yang baik. Dan karena kita sangat beruntung memiliki Rasulullah sebagai contoh, dengan mudah kita dapat menceritakan sifat-sifat beliau kepada anak-anak kita.  Beliau adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan dengan Misi dan Visi kebenaran, yaitu Islam. Beliau dapat melihat kekuatan dan kelemahan organisasi dan memperhitungkan kesempatan atau peluang dan ancaman dari luar, tidak hanya dalam pengembangan Islam sebagai misi terbesarnya, bahkan dalam perdaganganpun Beliau adalah pedangang yang andal, tahu kapan dan bagaimana bertidak dengan kemampuannya mencerna informasi dan data-data yang dimiliki. Bahkan orang2 Kafir pun sangat senang berniaga dengan beliau.

Amanah, adalah sifat yang diparalelkan dengan konsep accountabilty, dapat dipercaya. Beliau pernah menjadi pekerja yang sangat dipercaya oleh majikannya. Walaupun majikannya bukan seorang muslim tapi Rasulullah memberikan kita contoh untuk bekerja dengan menjaga nama baik adalah sangat terhormat. Bukan saja konteks tanggungjawab antara manusia dengan manusia, tapi lebih pada keyakinan bahwa dia selalu dalam pengawasan malaikat yang senantiasa mencatat kebaikan dan keburukannya untuk dipertanggungjawabkan dikmudian hari.

Tabligh, adalah sifat kepemimpinan Nabi yang disejajarkan dengan kamampuan berkomunikasi. Seorang pemimpin yang baik dapat memberikan arahan kepada organisasinya, dapat memetakan dan menceritakan target dan tujuan mereka sehingga semangat dari rekan organisasinya dalam bekerja dan berusaha akan meningkat drastis. Walaupun begitu beliau selalu menghiasi hampir seluruh perkataannya dengan lemah lembut. Nabi Shallalhu 'alaihi wa sallam : " Ya Allah, barang siapa yang berlemah-lembut terhadap umatku maka berlemah lembutlah terhadapnya, dan barang siapa mempersulit umatku maka persulitlah dia " ( HR. Ahmad ).

Sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah ini juga banyak mengilhami pakar2 pendidikan dan management modern, salah satunya adalah William S Frank ( Denver Businness Journal ) yang bukan orang Muslim tetapi memberikan teorinya tentang sifat-sifat pemimpin yang baik :
    1. Visionary ( Sanggup membuat Misi dan Visi untuk organsiasinya )
      Seorang pemimpin yang baik, mampu membuat cita-cita organisasinya, dia adalah seorang pemimpi yang haus akan ilmu yang berguna.  Dengan ilmunya di memetakan cita-citanya sehingga setiap orang dalam organisasinya dapat mengetahui akan dibawa kemana organisasinya itu.  Setiap cita-cita memerlukan ide yang banyak, yang didapatnya dengan ilmu yang berguna. Kebalikan dari Rasulullah, mendapatkan ilmu yang salah untuk meraih cita-cita,  akan menciptakan pemimpin monster seperti sudah dicontohkan dalam sejarah seperti Hitler dan Firaun, yang melakukan pembantaian untuk "membersihkan dunia", yang mencari kekayaan untuk pribadi dan bahkan menyatakan diri mereka sebagai Tuhan.
         2.  Inspirational ( Menjadi Inspirasi bagi teamnya )
        Seorang pemimpin yang baik yang dapat menggambarkan cita-citanya itu dengan baik sehingga menjadi cita-cita bersama.  Dan paling penting dia dapat memberikan inspirasi atau suri tauladan yang membangkitkan semangat kepada seluruh anggota organisasi, bahkan orang lain disekitar dia yang tidak langsung berhubungan dengan organsasinya, Bukan berarti seorang pemimpin yang baik harus lahir sebagai seorang pemvbicara besar, tapi dengan berlatih, berlatih dan berlatih kemampuan memberikan semangat dengan contoh, tingkah laku dan suri tauladan pada anggota teamnya dapat ditingkatkan.

        3. Strategic. ( Mampu membuat strategi )
        Ketika sebuah cita-cita sudah dipetakan, untuk dapat meraihnya seorang pemimpin yang baik dapat membuat strategi dengan memperhitungkan kekuatan dan kelemahan dari organisasinya, yang kemudian di selaraskan dengan Ancaman dan kesempatan yang terbuka diluar sana.  Analisa kesempatan dan ancaman dari luar yang baik akan dibuatnya untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan bila organisasinya mau mencapai cita-cita bersama itu. Dengan kemampuan analisa itulah dia akan berusaha mengembangkan kekuatan teamnya, dan memperkecil kelemahannya untuk bersama mencapai cita-cita.

        4. Tactical ( membuat keputusan berdasarkan data )
        Pemimpin yang baik setelah memilki strategi dan rencana jangka panjang, akan membagi-bagi taktik ( dalam jangka pendek ) dengan berdasarkan data, fakta tanpa melewati alur rencana.   Ketika mata-mata memberitakan adanya musuh berkuda yang kuat dari kaum kafir Quraish dalam sebuah perang. Rasulullah memerintahkan pasukan pemanah untuk menunggu di sebuah bukit, sementara beliau memimpin pasukan pedang melakukan perlawanan di dataran yang lebih rendah.  Semua itu berhasil melemahkan musuh tapi hanya karena tidak menurutnya sekelompok pasukan panah yang tergiur dengan barang pampasan perang dari pasukan kuda yang berhasil mereka usir, Sebuah pasukan kuda berhasil menyergap mereka ketika mereka sedang bergembira dalam hadiah pampasan perang. Bila seorang pemimpinan perniagaan tidak memiliki kemampuan kuat dalam hal finansial, dia akan mencari dan memiliki bawahan yang mampu memberinya data-data finansial, bagaimanapun Islam mengajarkan kita untuk profesional.

        5. Focused ( Terarah pada satu target yang sudah di sepakati )
        Dengan satu Visi dan Misi yang tergambarkan jelas sebagai target, Pemimpin yang baik akan membuat rencana dalam menyelesaikan satu demi satu tangga menuju cita-citanya tersebut.  Leader yang kurang baik kurang mampu memilah target atau tugas mana yang harus dilakukan terlebih dahulu, dia tidak dapat menentukan anak tangga mana dulu yang harus di pijak dan pikirannya dikaburkan dengan banyaknya target2 kecil sehingga keputusannya selalu berubah-ubah, sehingga tanpa disadari seringkali dia membawa organisasinya mundur kebelakang, bahkan terjerumus pada jurang yang dalam. Pemimpin besar yang berhasil memiliki penuntun dalam menaiki tangga cita-citanya yaitu Tuhan.

        6. Persuasive ( Mampu berbicara, meyakinkan dan membujuk )
        Kemampuan persuasi bukan hanya dibutuhkan oleh orang marketing, pemimpin yang baik dapat membawakan cara pandang berdasarkan logika, alasan tanpa mengikuti emosi.  Beberapa pemimpin yang kurang baik tidak memiliki kecerdasan komunikasi sehingga setiap berbicara hasilnya adalah ucapan yang menyakitkan bagi lawan bicaranya, Sementara leader yang baik akan memiliki anak buah yang selalu bersemangat karena bujukannya bukannya hasil dari intimidasi atau menakut-nakuti.  Leader yang baik disegani bukan ditakuti, untuk itu dia perlu memiliki ilmu dalam berdiskusi dari hati ke hati. Mereka bertindak adil, mampu memberikan penghargaan bagi anggotanya yang berprestasi dan siap menghukum pada orang yang bersalah. Aisyah r. a.  mengungkapkan bahwa Rasulullah pun akan tega memotong tangan anak kesayangannya Fatimah bila dia memang terbukti mencuri. 

        7. Likeable ( Disukai )

        Pemimpin yang baik disukai disukai bukan saja oleh anak buah atau majikan tapi juga oleh oleh orang-orang disekitarnya. Mereka mungkin saja seorang ilmuwan, guru, engineer, atau bahkan seorang teknisi mesin, tapi mereka tidak saja tahu kelebihan orang lain tapi bahkan mampu membuat orang itu mengeluarkan kemampuan terbaiknya, dan membantu orang tersebut mengalahkan kekurangannya. Mereka memiliki kecerdasan emosi dan mampu membantu menyelesaikan pertikaian anak buahnya dengan lembut, dan menyenangkan. Dia juga ingin bisa diterima oleh lingkungan  sekitarnya dengan kharisma dan disukai karena kebaikan hatinya.

        8, Decisive ( Membuat keputusan cepat bila dibutuhkan )

        Mampu memutuskan dengan cepat, bahkan seringkali dengan data yang minim. Seorang pemimpin yang baik percaya Tuhan selalu membantunya dalam setiap keputusan. Dalam keadaan data yang kurang lengkap, dia akan melakukan keputusan terbaik saat itu, bahkan bila akhirnya diketahui bahwa keputusannya itu salah, tapi keputusan tsb masih jauh lebih baik daripada tidak melakukan apapun juga. Dia juga sangat bertanggunjawab dengan setiap perbuatannya.

        9. Ethical ( Memiliki moral yang baik )
        Pemimpin yang baik yang berharap akan dicontoh dan ditiru oleh bawahannya akan selalu terus terang, mereka tidak segan dan takut untuk menuntut hal yang benar dan mereka selalu percaya tidak akan ada yang dapat mengalahkan kebenaran. Mereka akan terus menerus tanpa bosan mengajak anak buahnya dan orang sekitarnya untuk mengerjakan hal-hal yang benar.

        10. Open to Feedback ( Menerima masukan )
        Sebagai orang yang selalu ingin mendapatkan perbaikan yang terus menerus, dia tidak segan bahkan sangat senang bila mendapatkan masukan bahkan cercaan yang ditujukan kepadanya. Seorang yang sombong akan sakit hati dengan cercaan, kebalikannya orang yang rendah hati akan menerima semua cercaan untuk dicerna dalam otaknya. Semua itu akan diolah dengan akal yang sehat ( bukan dengan emosi ) untuk kebaikan dirinya.  Setiap kegagalan tidak membuatnya putus asa dan akan terus menerus mencoba.  Ketika Jibril bersedih karena Rasulullah dilempari oleh batu oleh sebuah desa tempat Beliau mengajarkan Islam, Jibril berkata bahwa mudah saja baginya untuk menjepitkan desa itu pada dua buah gunung yang mengapitnya.  Rasulullah hanya berkata, biarkan saja, apabila bukan mereka yang memeluk Islam, semoga anaknya atau anak dari anaknya.Rasulullah mengajarkan kita bahwa Putus asa dari Rahmat Allah adalah termasuk dosa besar yang harus dihindari, karena sebetulnya setiap masalah yang berhasil kita atasi akan membawa kita lebih dekat dengan Ridha Allah, dan kita bisa menjadi manusia yang lebih baik - dan lebih baik lagi. Dan dalam kasus itu juga Rasulullah mengajarkan kita bahwa cercaan pedas bisa saja kita dapatkan bahkan ketika kita mengajak pada kebenaran.

        Semoga kita mendapatkan ilmu yang berguna. dan hari-hari kita sekarang dan mendatang bisa lebih baik dari hari kemarin. Itulah mengapa kita mengenal frase "Present"  - ( Hadiah),  Gunakanlah hadiah hari ini dengan sebaik-baiknya.

        Kamis, 17 September 2009

        Monika Jufry

        Diunduh dan diterjemahkan bebas dari http://www.thejakartapost.com. Sept. 17, 2009.
        ditulis oleh Nayu Novita, Contributor, Jakarta

        Monika Jufry : Trenssetter di Islamic Fashion

        (JP/Nayu Novita) 

        Apakah ketika seorang wanita muslim memilih fashion yang Islami itu berarti dia kehilangan harapan untuk tampil bergaya?  Tidak juga tuh, menurut Monika Jufri, seorang Muslim Fashion Designer yang punya label Sessa and Monika Jufry.  Bahkan, dia mengatakan, seorang wanita yang cerdik akan dapat menyesuaikan gaya untuk mencocokkannya dengan karakter dan gaya hidupnya, bisa kelihatan chic dan trendy tanpa harus mendobrak batas Syar'i.  "Seseorang yang biasanya kelihatan sporty tidak usah memaksakan diri menjadi feminin hanya karena dia menggunakan baju Muslim.  Dia bisa saja mengatur model, warna dan detail dari kerudung dari atas sampai bawah.  Monika, 34th. Ibu dari dua orang anak, menjadi designer karena "kecelakaan" yang dimulainya sejak 1998.  Setelah lulus dari Universitas Trisakti jurusan Ekonomi, dia mengikuti kursus di Susan Budiharjo School of Fashion.  Dia kemudian mulai bekerja di Sessa Muslim Fashion Boutique, punya ibunya Gusmi Jufry.  Dengan background kuliah saya sih harusnya bekerja di kantor atau jadi pekerja bank.  "Tapi karena saya lulus ketika krisis ekonomi", Bukannya menyerah, Monika berusaha terpaksa  mencari alternatif karena sulit mencari pekerjaan. Dan waktu membuktikan bahwa pada pekerjaan yang "kepepet" ini Monika bisa membuktikan kemampuannya dalam merancang busana Muslim. Bahkan sampai Ibu Ani Yudhoyono, yang meminta Monika menjadi salah satu orang kepercayaannya dalam hal merancang busana yang digunakannya ketika safari Ramadhan 2008.

        Oriental Red Carpet Fashion Show

        Di unduh dari http://hijabstyle.blogspot.com/

        Hijab Style - Oriental Red Carpet Fashion Show


        Dubai Ladies Club menjadi tuan rumah dalam acara Oriental Red Carpet Fashion Show pada tanggal 3 September 2099 lalu.  Tiga pemenang pertama dari berbagai katagori adalah Fatima Al Hashimi ( Jalabiyas ), Athija Al Mazoui ( Abayas ) dan mariam Al mazrou ( Ready - to - Wear ).  Penulis mengagumi design dari Fatima Al hashimi,  yang bisa membuat Baju malam seorang Muslimah terlihat chic dan Modern. 


        Fatima Al Hashmi ( kiri ) dan seorang model










        Minggu, 13 September 2009

        Tamini Fashion Show for Kids 13 Sept 09

        Anak2 kecil kalau ikutan fashion show lucu juga, dari yang mulai salah hormat, nangis sampai ada yang kelamaan bolak-balik diatas panggung nggak mau turun hi hi..

         


         
         














        Tamu kita kali ini adalah Tashya,
         umurnya 4 tahun dan diantar oleh tante, nenek dan bundanya untuk foto di Lamara Tamini. Cantik kan ?

        Sabtu, 12 September 2009

        Asmaul Husna

        “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim,
        lalu Dia melindungimu.

        Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung,
        lalu Dia memberikan petunjuk.

        Serta Dia mendapatimu butuh,
        lalu Dia memberi kecukupan pada-mu ?”
        [QS. Adh-Dhuha : 6-8]
        ***********************************************************
        Asmaul Husna
        Ash Shamad


        Umumnya ulama bahasa dan ulama tafsir memahami arti ash-Shamad sebagai Dia yang kepada-Nya lah tertuju semua harapan makhluk. Dia yang dimohonkan memenuhi kebutuhan makhluk serta menanggulangi segala kesulitan mereka. Sehingga apabila dilihat dalam buku-buku yang membahas tentang Asma 'al Husna, makan kita temua pengertian ash-Shamad sebagai Yang Maha Dibutuhkan.


        Dalam al Qur'an, kata ash-Shamad hanya ditemukan sekali, yaitu pada ayat kedua dari surat al-Ikhlas ; "Allaah ash-Shamad". Ayat ini menjelaskan bahwa Allah sajalah tumpuan harapan satu-satunya dan pada saat membutuhkan sesuatu, memohonlah hanya kepadaNya.

        Manusia, sebagai yang diciptakan dengan karunia akal untuk berpikir serta kemampuan untuk memilih, sudah seharusnyalah apabila bermaksud dan berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu harus mencari cara yang paling tepat untuk sampai pada maksud dan keinginan itu. Dan yang mendasari cara yang dipilih itu, haruslah rasa penyerahan diri pada kemampuan Allah yang akan menyelesaikan segala urusan dan rasa butuh akan pertolongan Allah.

        Manusia yang ingin meneladani sifat Allah ini, terlebih dahulu dituntut untuk mengarahkan motivasi dari segala aktivitasnya kepada dan demi karena Allah semata.

        Allah, bagi manusia haruslah menjadi pangkalan tempat bertolak serta pelabuhan tempat bersauh.

        Dalam hubungan dengan sesama manusia, ketika meneladani sifat ini, kitapun harus berusaha untuk menjadi tumpuan harapan atau dengan kata lain, bisa diandalkan. Ingatlah pesat Rasulullah saw ; "Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya (sesama makhluk Allah) maka Allah akan memenuhi pula kebutuhannya.

        Sesungguhnya, kebutuhan orang lain akan diri kita adalah salah satu bukti ni'mat Allah untuk kita. Oleh karenanya, janganlah jemu utnuk memenuhi kebutuhan orang lain, menolong baik secara lahir maupun batin, karena bila kita jemu akan kebutuhan orang lain, artinya kita jemu menerima ni'mat-Nya.

        Wallahu a'lam bish-shawab.

        ------------------------------
        sumber : "Menyingkap Tabir Ilahi", Al-Asma' al-Husna dalam Perspektif Al Qur'an, M. Quraish Shihab, Penerbit Lentera Hati, 2006
        "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.
        Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
        Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."

        [QS Al A'raaf : 31]
        *******************************************
        Puasa Apa Adanya

        Konon katanya di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah diatur oleh Sang Pemilik Kehidupan. Dalam setiap kejadian, dalam segala episode kehidupan, semua ada maksudNya.

        Begitulah yang saya rasakan dari perjalanan ke negara pulau nan mungil bernama Mauritius ini. Sepertinya Allah yang Maha Kaya, yang ilmuNya meliputi langit, bumi sampai ke dasar lautan, ingin mengajarkan saya sesuatu yang belum bisa saya pelajari tanpa kondisi terpaksa. Ya seperti sekarang ini, terpaksa mandiri :-)

        Di Jakarta, saya sekeluarga 'menumpang' dalam rumah tangga Ibu saya. Walau akhirnya kami punya rumah sendiri  pun kami pada prinsipnya tetap menumpang. Seringnya menumpang masak, terutama. Karena menumpang itulah, saya jadi tidak terlalu memperhatikan apa dan bagaimana pengeluaran keluarga, khususnya dalam urusan logistik. Pokoknya kalau daftar barang habis yang tertempel di pintu kulkas sudah penuh, artinya sudah waktunya belanja.

        Di Mauritius, ceritanya sama sekali berbeda. Kami tinggal cuma berempat. Saya, suami dan dua anak. Tanpa perlu berpayah-payah menghitung pun, setelah kurang lebih tiga bulan saya sudah menemukan pola, bahwa sekilo gula pasir rata-rata habis dalam dua bulan, satu botol minyak goreng satu liter rata-rata habis dalam 1,5 bulan (jangan bingung, saya kan spesialis tumis --tanpa minyak banyak). Barang-barang kebutuhan lain seperti beras, margarin, susu atau bahkan odol, sabun mandi dan deterjen sekalupun bisa diperhitungkan pemakaiannya dan kapan habisnya. Begitu juga kalau tiba-tiba ada yang habis sebelum waktu, bisa jelas terlihat penyebabnya apa. Biasanya kalau anak-anak libur sekolah, bahan-bahan makanan jadi lebih cepat habis :-)

        Lucunya, setelah (hampir) melewati dua kali Ramadhan di sini, saya menemukan bahwa konsumsi bahan makanan (yang artinya juga pengeluaran keuangan) di bulan puasa ini meninngkat pesat, hampir dua kali lipat dari biasa. Gula satu kilo, bisa habis dalam satu bulan saja. Buah, yang biasanya cukup dibeli seminggu sekali, dengan jumlah yang sama di bulan puasa ini habis dalam 2 atau paling lama 3 hari! Belum lagi beras, roti, kopi, sampai ke bahan-bahan yang normalnya berbulan-bulan tidak habis (atau bahkan tidak saya beli) seperti tepung terigu, gula halus, buah kaleng dan masih banyak lagi. Ini belum lagi menghitung pengeluaran 'jajan' yang entah kenapa pun jadi lebih sering dilakukan. Dari mulai sekedar beli penganan buka puasa, sampai buka puasa di restoran.

        Kenapa lucu?

        Lucu dan membuat hati miris sebetulnya, karena sekali lagi, konsumsi dan pengeluaran ini justru meningkat dahsyat di bulan Ramadhan ; bulan puasa ! Bulan di mana kita harusnya menahan diri. Bulan di mana kita mestinya berlatih untuk hidup apa adanya ; sederhana, tidak berlebihan sekalipun kita mampu untuk melebih-lebihkan. Bulan di mana kita konon berpuasa dengan salah satu tujuannya untuk mencoba merasakan penderitaan kaum dhuafa. Bulan untuk menyucikan hati dari hawa nafsu.

        Kok jadi susah menyelaraskan tujuan, logika dan kenyataan ya? Kok kenyataannya Ramadhan membuat kita jadi boros? Kok ternyata setengah harian saja kita merasakan lapar hausnya dhuafa, tapi sisa yang setengah hari lagi kita bertingkah polah seolah lebih kaya dari orang kaya?

        Lalu saya mencoba menelusuri dan menebak-nebak lebih jauh lagi, jangan-jangan betul ya, pada rangkaian Ramadhan - Idul Fitri, pengeluaran keuangan kita ada di atas rata-rata pengeluaran di bulan-bulan lainnya?? Pengeluaran untuk zakat dan sedekah pastinya kan?

        Bukan !? Ternyata porsi yang lebih besar bukan untuk zakat dan sedekah?

        Ternyata yang lebih besar adalah pengeluaran untuk masak menu-menu spesial di saat sahur dan berbuka, untuk belanja ta'jil (apalagi kalau dibeli sekitar pukul 4 sore rasanya seluruh isi toko ingin dibeli dan dimakan) dan untuk acara buka puasa bersama. Juga untuk membeli baju baru dan tak lupa menyiapkan menu lebaran yang (harus) lebih heboh dari menu-menu Ramadhan (yang sudah cukup heboh) Oh, tak lupa juga harus membeli dan mengirim bingkisan lebaran.

        Bingkisan lebaran itu untuk siapa? Untuk kaum dhuafa juga pastinya kan? Ahhh ternyata tidak juga, yang kita berikan adalah yang mungkin sudah menerima bingkisan 5-6 toples kue kering juga, yang bahkan membuat kue kering juga, dan bahkan pula mengirim bingkisan kue kering juga untuk kerabat, relasi, teman dan sebagainya.

        Setelah dua puluh lima hari hampir lewat, bertanyalah saya pada diri yang dhoif ini ; apakah betul dua puluh lima hari kemarin saya dan keluarga saya telah berpuasa? Menahan diri dari apa? Ber-empati kepada rasa haus dan lapar yang seperti apa? 

        Jangan-jangan, puasa kami bukannya latihan untuk hidup apa adanya, melainkan adalah puasa apa adanya ; menahan diri sekedar yang terlihat oleh mata manusia lain, hanya dari saat imsak sampai ke maghrib, sementara dari maghrib sampai ke imsak tak lain mengumbar rasa rakus dan memperturutkan kecenderungan untuk mubazir? Na'duzubillahi min dzalik.. Terimalah ibadah kami dan mampukan kami berlari untuk menjemput ridhoMu semata ya Rabb..

        Jumat, 11 September 2009

        Puasa Apa Adanya

        "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.
        Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
        Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."

        [QS Al A'raaf : 31]
        *******************************************
        Puasa Apa Adanya

        Konon katanya di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah diatur oleh Sang Pemilik Kehidupan. Dalam setiap kejadian, dalam segala episode kehidupan, semua ada maksudNya.

        Begitulah yang saya rasakan dari perjalanan ke negara pulau nan mungil bernama Mauritius ini. Sepertinya Allah yang Maha Kaya, yang ilmuNya meliputi langit, bumi sampai ke dasar lautan, ingin mengajarkan saya sesuatu yang belum bisa saya pelajari tanpa kondisi terpaksa. Ya seperti sekarang ini, terpaksa mandiri :-)

        Di Jakarta, saya sekeluarga 'menumpang' dalam rumah tangga Ibu saya. Walau akhirnya kami punya rumah sendiri  pun kami pada prinsipnya tetap menumpang. Seringnya menumpang masak, terutama. Karena menumpang itulah, saya jadi tidak terlalu memperhatikan apa dan bagaimana pengeluaran keluarga, khususnya dalam urusan logistik. Pokoknya kalau daftar barang habis yang tertempel di pintu kulkas sudah penuh, artinya sudah waktunya belanja.

        Di Mauritius, ceritanya sama sekali berbeda. Kami tinggal cuma berempat. Saya, suami dan dua anak. Tanpa perlu berpayah-payah menghitung pun, setelah kurang lebih tiga bulan saya sudah menemukan pola, bahwa sekilo gula pasir rata-rata habis dalam dua bulan, satu botol minyak goreng satu liter rata-rata habis dalam 1,5 bulan (jangan bingung, saya kan spesialis tumis --tanpa minyak banyak). Barang-barang kebutuhan lain seperti beras, margarin, susu atau bahkan odol, sabun mandi dan deterjen sekalupun bisa diperhitungkan pemakaiannya dan kapan habisnya. Begitu juga kalau tiba-tiba ada yang habis sebelum waktu, bisa jelas terlihat penyebabnya apa. Biasanya kalau anak-anak libur sekolah, bahan-bahan makanan jadi lebih cepat habis :-)

        Lucunya, setelah (hampir) melewati dua kali Ramadhan di sini, saya menemukan bahwa konsumsi bahan makanan (yang artinya juga pengeluaran keuangan) di bulan puasa ini meninngkat pesat, hampir dua kali lipat dari biasa. Gula satu kilo, bisa habis dalam satu bulan saja. Buah, yang biasanya cukup dibeli seminggu sekali, dengan jumlah yang sama di bulan puasa ini habis dalam 2 atau paling lama 3 hari! Belum lagi beras, roti, kopi, sampai ke bahan-bahan yang normalnya berbulan-bulan tidak habis (atau bahkan tidak saya beli) seperti tepung terigu, gula halus, buah kaleng dan masih banyak lagi. Ini belum lagi menghitung pengeluaran 'jajan' yang entah kenapa pun jadi lebih sering dilakukan. Dari mulai sekedar beli penganan buka puasa, sampai buka puasa di restoran.

        Kenapa lucu?

        Lucu dan membuat hati miris sebetulnya, karena sekali lagi, konsumsi dan pengeluaran ini justru meningkat dahsyat di bulan Ramadhan ; bulan puasa ! Bulan di mana kita harusnya menahan diri. Bulan di mana kita mestinya berlatih untuk hidup apa adanya ; sederhana, tidak berlebihan sekalipun kita mampu untuk melebih-lebihkan. Bulan di mana kita konon berpuasa dengan salah satu tujuannya untuk mencoba merasakan penderitaan kaum dhuafa. Bulan untuk menyucikan hati dari hawa nafsu.

        Kok jadi susah menyelaraskan tujuan, logika dan kenyataan ya? Kok kenyataannya Ramadhan membuat kita jadi boros? Kok ternyata setengah harian saja kita merasakan lapar hausnya dhuafa, tapi sisa yang setengah hari lagi kita bertingkah polah seolah lebih kaya dari orang kaya?

        Lalu saya mencoba menelusuri dan menebak-nebak lebih jauh lagi, jangan-jangan betul ya, pada rangkaian Ramadhan - Idul Fitri, pengeluaran keuangan kita ada di atas rata-rata pengeluaran di bulan-bulan lainnya?? Pengeluaran untuk zakat dan sedekah pastinya kan?

        Bukan !? Ternyata porsi yang lebih besar bukan untuk zakat dan sedekah?

        Ternyata yang lebih besar adalah pengeluaran untuk masak menu-menu spesial di saat sahur dan berbuka, untuk belanja ta'jil (apalagi kalau dibeli sekitar pukul 4 sore rasanya seluruh isi toko ingin dibeli dan dimakan) dan untuk acara buka puasa bersama. Juga untuk membeli baju baru dan tak lupa menyiapkan menu lebaran yang (harus) lebih heboh dari menu-menu Ramadhan (yang sudah cukup heboh) Oh, tak lupa juga harus membeli dan mengirim bingkisan lebaran.

        Bingkisan lebaran itu untuk siapa? Untuk kaum dhuafa juga pastinya kan? Ahhh ternyata tidak juga, yang kita berikan adalah yang mungkin sudah menerima bingkisan 5-6 toples kue kering juga, yang bahkan membuat kue kering juga, dan bahkan pula mengirim bingkisan kue kering juga untuk kerabat, relasi, teman dan sebagainya.

        Setelah dua puluh lima hari hampir lewat, bertanyalah saya pada diri yang dhoif ini ; apakah betul dua puluh lima hari kemarin saya dan keluarga saya telah berpuasa? Menahan diri dari apa? Ber-empati kepada rasa haus dan lapar yang seperti apa? 

        Jangan-jangan, puasa kami bukannya latihan untuk hidup apa adanya, melainkan adalah puasa apa adanya ; menahan diri sekedar yang terlihat oleh mata manusia lain, hanya dari saat imsak sampai ke maghrib, sementara dari maghrib sampai ke imsak tak lain mengumbar rasa rakus dan memperturutkan kecenderungan untuk mubazir? Na'duzubillahi min dzalik.. Terimalah ibadah kami dan mampukan kami berlari untuk menjemput ridhoMu semata ya Rabb..

        Kamis, 10 September 2009

        Beramal Karena Apa?

        Catatan 26 Ramadhan 1430 H
        "Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu"
        [QS Al Qashash: : 268]
        *******************************************
        Beramal Karena Apa?
        oleh M. Fuad Nasar


        Imam al-Ghazali, mahaguru ilmu tasawuf Islam ternama, dalam kajian tasawufnya membagi orang yang beramal di dunia ini ke dalam beberapa kriteria. Pertama, beramal karena takut masuk neraka. Kedua, beramal karena mengharapkan surga. Ketiga, beramal karena didorong oleh rasa syukur atas nikmat Allah SWT dan mengharapkan keridhaan-Nya. Kata al-Ghazali, yang ketiga inilah amal yang paling sempurna keikhlasannya.

        Dalam konteks ini sangat menarik disimak ucapan sufi besar Rabi'ah al-'Adawiyah, yang pada suatu hari ini berkata, mau membakar surga. Surga dianggap telah mengaburkan tujuan manusia melakukan amal kebajikan sehingga tidak lagi karena Allah melainkan lantaran mengharapkan imbalan surga. Padahal, manusia diperintahkan beramal karena Allah (lillahi ta'ala), bukan karena surga. Di hari lain Rabi'ah al-Adawiyah berkata hendak menyiram padam api neraka. Menurutnya, nereka telah mengaburkan alasan manusia menjauhi perbuatan maksiat, yaitu bukan karena mengharap ridho Allah, tetapi karena takut dengan api neraka.

        Selain beramal dengan ikhlas, seorang Muslim hendaklah beramal secara ihsan. Abdurrahman 'Azzam Pasha (penulis buku Risalah Chalidah --Perdamaian Abadi) memberi pengertian ihsan sebagai berikut: "Anda berbuat suatu kebaikan padahal itu bukan menjadi kewajiban Anda."

        Dengan kata lain, seseorang mencapai tingkat ihsan dalam beramal apabila ia melakukan amal kebajikan tersebut bukan lantaran adanya kewajiban syariat semata, melainkan karena cinta kepada kebajikan itu sendiri dan merasa bahagia melakukannya.

        Dalam satu hadis bahkan bahwa diceritakan, Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah saw, "Mengapa kau begitu tekun memperbanyak amal ibadah, bukankah Allah telah menjamin dirimu tidak berdosa dan pasti masuk surga?" Rasulullah menjawab, "Wahai Aisyah, tidak patutkah saya menjadi hamba Allah yang bersyukur?"


        ------------------------------------------
        sumber : Republika Online -- Hikmah

        Rabu, 02 September 2009

        TUJUH (7) KEBIASAAN MANUSIA YANG SANGAT EFEKTIF (7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE) STEPHEN R. COVEY

        TUJUH (7) KEBIASAAN MANUSIA YANG SANGAT EFEKTIF (7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE) STEPHEN R. COVEY

        Pengantar

        Ini buku motivator yang di seminarkan oleh Stephen R. Covey. Dari mulai buku, video sekarang sudah banyak beredar dan menjadi panduan wajib dari para karyawan di perusahaan2 besar. isinya bagus deh, nggak rugi punya satu dirumah. Buat yang nggak sempat beli ke toko buku, bisa buka di http://www.profitadvisors.com/7-habits-summary-Vind1.pdf

        TUJUH (7) KEBIASAAN MANUSIA YANG SANGAT EFEKTIF

        Kebiasaan 1 : Jadilah Proaktif

        Bersikap proaktif adalah lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri (di masa lalu, di masa sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Orang-orang proaktif adalah pelaku-pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka lakukan ini dengan mengembangkan serta menggunakan keempat karunia manusia yang unik – kesadaran diri, hati nurani, daya imajinasi, dan kehendak bebas – dan dengan menggunakan Pendekatan Dari Dalam Ke Luar untuk menciptakan perubahan. Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri, yang adalah keputusan paling mendasar yang bisa diambil setiap orang.

        Kebiasaan 2 : Merujuk pada Tujuan Akhir

        Segalanya diciptakan dua kali – pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu, keluarga, tim, dan organisasi, membentuk masa depannya masing-masing dengan terlebih dulu menciptakan visi serta tujuan setiap proyek secara mental. Mereka bukan menjalani kehidupannya hari demi hari tanpa tujuan-tujuan yang jelas dalam benak mereka. Secara mental mereka identifikasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan yang paling penting bagi mereka sendiri dan membuat komitmen terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari penciptaan secara mental, yang dapat disusun oleh seorang individu, keluarga, atau organisasi. Pernyataaan misi ini adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya. Menciptakan budaya kesamaan misi, visi, dan nilai-nilai, adalah inti dari kepemimpinan.

        Kebiasaan 3 : Dahulukan yang Utama

        Mendahulukan yang utama adalah penciptaan kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental (tujuan Anda, visi Anda, nilai-nilai Anda, dan prioritas-prioritas Anda). Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Hal-hal utama tidak dikebelakangkan. Individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya pada apa yang paling penting, entah mendesak entah tidak. Intinya adalah memastikan diutamakannya hal yang utama.

        Kebiasaan 4 : Berpikir Menang/Menang

        Berpikir menang/menang adalah cara berpikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama, dan didasarkan pada sikap saling menghormati dalam semua interaksi. Berpikir menang/menang adalah didasarkan pada kelimpahan – “kue” yang selamanya cukup, peluang, kekayaan, dan sumber-sumber daya yang berlimpah – ketimbang pada kelangkaan serta persaingan. Berpikir menang/menang artinya tidak berpikir egois (menang/kalah) atau berpikir seperti martir (kalah/menang). Dalam kehidupan bekerja maupun keluarga, para anggotanya berpikir secara saling tergantung – dengan istilah “kita”, bukannya “aku”. Berpikir menang/menang mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan. Berpikir menang/menang artinya berbagi informasi, kekuasaan, pengakuan, dan imbalan.

        Kebiasaan 5 : Berusaha untuk Memahami Terlebih dulu, Baru Dipahami

        Kalau kita mendengarkan dengan seksama, untuk memahami orang lain, ketimbang untuk menanggapinya, kita memulai komunikasi sejati dan membangun hubungan. Kalau orang lain merasa dipahami, mereka merasa ditegaskan dan dihargai, mau membuka diri, sehingga peluang untuk berbicara secara terbuka serta dipahami terjadi lebih alami dan mudah. Berusaha memahami ini menuntut kemurahan; berusaha dipahami menuntut keberanian. Keefektifan terletak dalam keseimbangan di antara keduanya.

        Kebiasaan 6 : Wujudkan Sinergi

        Sinergi adalah soal menghasilkan alternatif ketiga – bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam mengatasi masalah, memanfaatkan peluang. Tim-tim serta keluarga-keluarga yang sinergis memanfaatkan kekuatan masing-masing individu sehingga secara keseluruhannya lebih besar seperti ini mengenyampingkan sikap saling merugikan (1 + 1 = 1/2). Mereka tidak puas dengan kompromi (1 + 1 = 1 ½), atau sekedar kerjasama (1 + 1 = 2). Melainkan, mereka kejar kerjasama yang kreatif (1 + 1 = 3 atau lebih).

        Kebiasaan 7 : Mengasah Gergaji

        Mengasah gergaji adalah soal memperbaharui diri terus-menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar: fisik, sosial/emosional, mental, dan rohaniah. Kebiasaan inilah yang meningkatkan kapasitas kita utnuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya. Bagi sebuah organisasi, Kebiasaan 7 menggalakkan visi, pembaharuan, perbaikan terus-menerus, kewaspadaan terhadap kelelahan atau kemerosotan moral, dan memposisikan organisasinya di jalan pertumbuhan yang baru. Bagi sebuah keluarga, Kebiasaan 7 meningkatkan keefektifan lewat kegiatan-kegiatan pribadi maupun keluarga secara berkala, seperti membentuk tradisi-tradisi yang merangsang semangat pembaharuan keluarga.

        Rekening Bank Emosional

        Rekening Bank Emosional mencerminkan tingkat kepercayaan dalam suatu hubungan. Seperti rekening keuangan di Bank, kita memasukkan simpanan ke atau melakukan penarikan dari rekening ini. Perbuatan-perbuatan seperti berusaha untuk memahami terlebih dulu, sikap murah hati, menepati janji, dan bersikap setia walaupun orang yang bersangkutan tidak hadir, meningkatkan saldo kepercayaan. Tidak murah hati, melanggar janji, dan bergosip tentang seseorang yang tidak hadir, mengurangi atau bahkan menghapuskan kepercayaan dalam suatu hubungan.

        Paradigma

        Paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang belum tentu cocok dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan wilayahnya. Paradigam adalah lensa kita, lewat mana kita lihat segalanya, yang terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman, serta pilihan-pilihan kita selama ini.

        Referensi: http://www.profitadvisors.com/7-habits-summary-Vind1.pdf